"Tulisan ini kupersembahkan untuk solusi negeriku"
Kehidupan mahasiswa identik dengan kehidupan kos-kosan. Walaupun kondisi anak kos tidak selalu identik dengan keprihatinan. Karena ternyata masih ada diantara mereka yang sanggup merasakan kehidupan yang glamor. namun jumlahnya tidak lebih banyak dari mereka yang hidup pas-pasan. Besar kecilnya pemasukan tergantung kiriman orang tua. Jika jatah dari orang tua habis sebelum akhir bulan, maka

mulailah mereka untuk mencari pinjaman kepada teman yang dianggap lebih mampu. Bulan berikutnya kembali berutang, hanya berpindah dari satu teman ke teman yang lain.
Bagaimana jika seluruh teman sudah jadi korban peminjaman? Langkah kedua adalah menjual asset. Mulai dari dispenser, rice coocker, lemari bahkan sampai komputer. jika dari dua usaha diatas ternyata uang yang didapat belum mampu mencukupi kebutuhannya, maka ditempuhlah cara yang ketiga, yaitu memangkas pos pengeluaran penting. Misalnya jatah pembelian buku, biaya makan, ongkos praktikum.
Inilah gambaran manajem anak kos yang hidup dalam kondisi serba kurang. Disatu sisi kebutuhan hidup kian meningkat dan harus segera dipenuhi dan disisi lain biaya kuliah terus mebumbung tinggi.
Namun ironisnya manajemen anak kos seperti di atas, secara sadar di adopsi oleh negara bernama Indonesia. Sungguh tidak logis ketika negara yang bertanggung jawab terhadap ratusan juta perut rakyat mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara dengan pola pengaturan ala anak kos.
Negeri yang oleh para pujangga kerap kali dijuluki sebagai “jamrud khatulistiwa” ini, selalu mengalami defisit. Ketika kondisi ini terjadi, sang Presiden sibuk untuk mencari bantuan kepada berbagai pihak, mulai dari negara tetangga sampai dengan lembaga moneter internasional, yang sejatinya merupakan lintah darat yang siap mengisap semua potensi kekayaan negeri ini.
Padahal jika mau jujur kekayaan Indonesia cukup untuk menghidupi seluruh rakyatnya. Sebuah ilustrasi : dalam bidang pertanian misalnya. Sebenarnya potensi pangan kita cukup untuk menghidupi 220 juta penduduk kita, dengan asusmsi perorang membutuhkan 500 gram beras perhari. Dan sawah kita mampu dipanen tiga kali setahun, dengan sekali panen mampu menghasilkan 7 ton beras tiap hektar. Dari hitungan ini maka hanya diperlukan dua juta hektar sawah untuk membuat kenyang seluruh penduduk negeri. Perlu diingat luas Indonesia adalah 190 juta hektar. Itu baru dari potensi pertanian, belum lagi ditambah dengan potensi pertambangan dan kehutanan. Walaupun begitu, negeri ini tak pernah berhenti dari aktivitasnya untuk mengemis mengharap belas kasihan negara sahabat, demi sebuah pemberian yang berlabel pinjaman luar negeri.
Setali tiga uang dengan manajemen anak kos, ketika langkah pertama tak mampu menyelesaikan masalah, maka ditempuhlah langkah kedua. Ketika utang semakin menggunung dan tak mampu dibayar, maka dijuallah asset penting. Ini pula yang dilakukan pemerintah. Tahun 2008 sedang mengantri 37 BUMN yang siap dijual termasuk kepada pihak asing.
Jika alternative pertama dan kedua telah dilaksanakan, segera direalisasikan alternative ketiga, yaitu memangkas pembiayaan pos-pos penting. Misalnya dalam kasus kenaikan BBM, akibat dipangkasnya alokasi dana untuk susbsidi BBM, walhasil rakyat sebagai pemilik sah sumber daya alam, dipaksa membeli hartanya sendiri dengan harga mahal.
Begitulah gambaran pengelolaan negeri ini. Negeri yang begitu kaya, namun rakyatnya mati kelaparan. Negeri yang begitu kompleks dikelola dengan manajemen anak kos. Sungguh ironis.
Masih banyak masalah yang menggerogoti negeri ini. Berbagai cara telah dicoba, namun hingga kini tak kunjung mebuahkan hasil.

Solusi masalah
Lalu mengapa semua ini terjadi? Ada tiga perspektif yang bisa kita gunakan untuk mengurai problematika bangsa ini. Pertama perspektif teknis ekonomi yang diajukan para ekonom, yang menyatakan bahwa, segala krisis yang terjadi adalah akibat fundamental ekonomi Indonesia yang lemah. Sehingga mereka mengajukan solusi untuk melakukan restrukturisasi utang luar negeri, meningkatkan ekspor, dan solusi lainnya. Hal ini telah dilakukan tetapi tidak menyelesaikan masalah.
Perspektif kedua adalah perspektif politik. Penganut perspektif ini mengatakan bahwa, krisis yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh rusaknya tatanan ekonomi, namun lebih disebabkan oleh rusaknya tatanan politik, yang berefek pada tidak demokratisnya pemerintahan. Beranjak dari analisis ini maka demokratisasi dilakukan disegala bidang, pemilihan presiden bahkan sampai pemilihan kepala daerah telah dilakukan secara langsung, namun ternyata sampai saat ini belum mampu menyelesaikan kiris multidimensional yang terjadi.
Perspektif ketiga adalah perspektif filosofi radikal. Teori ini memandang bahwa krisis multidimensional yang terjadi saat ini bukan semata-mata disebabkan oleh rapuhnya tatanan ekonomi dan rusaknya sistem perpolitikan namun semua krisis ini disebabkan oleh rapuhnya ideologi negara, sehingga berimbas pada kesalahan penerapan sistem. Sistem yang diterapkan saat ini bukanlah sistem yang ideal namun sistem yang cacat sejak lahir dan bersifat self destructive yaitu tatanan sistem kapitalisme-sekuler. Sehingga solsusi fundamental untuk menyelesaikan problem masyarakat saat ini adalah mengganti sistem sekuler dengan sistem yang baru.
Kegagalan sisstem kapitalisme tidak hanya terjadi di Indonesia saja, namun terjadi pula di negara yang menjadi pengusung utama sistem ini yaitu Amerika Serikat (AS). Di AS sejak tahun 1983 hampir tidak ada tetesan pertumbuhan ekonomi bagi rata-rata keluarga, yang ada hanyalah peningkatan pendapatan dan kekayaan yang menumpuk pada 20% penduduk terkaya.
Tsunami krisis global yang terjadi saat ini adalah bukti rapuhnya sistem kapitalisme sekaligus sebagai petandan umur kapitalisme tak lama lagi. Berhrap kepada pesaing kapitalisme yang menanmakan dirinya ideology sosialisme adalah pilihan yang “lucu”. Karena sosialisme telah bangkrut dan terbukti gagal menyelamatkan dunia.
Adalah sebuah pilihan bijak ketika mengarahkan perubahan sistem tersebut ke arah penerapan syariat Islam. Islam adalah satu-satunya ideology yang mempu memancarkan kemauliaan, bahkan mempersatukan dua pertiga belahan dunia, dan mampu bertahan selama 1300 tahun, serta berhasil memberi rahmat kepada seluruh alam, bukan hanya kepada orang Islam semata. Sistem kapitalisme dibawah pimpinan Amerika dan sosialis-komunis yang pernah diusung oleh negara yang kini telah hancur (Uni Soviet) belum mampu menyaingi kejayaan sistem Islam.

Menjamin Keamanan Dunia
Islam telah membuktikan dirinya sebagai penyelamat dan penjaga keamanan dunia. Jaminan keamanan ini diberikan sama kepada masyarakat Islam maupun non-Muslim. Sejarah telah membuktikan, kaum Yahudi Spanyol lebih memilih tinggal di wilayah negara Islam setelah inkuisisi oleh Ratu Isabella, karena keamanannya terjamin. Hal yang sama juga membuat orang-orang Rusia memilih tinggal di wilayah negara Islam pasca Revolusi Bolchevik.

Menciptakan Kemakmuran
Tak terbantahkan lagi, sewaktu sistem Islam masih eksis kemakmuran dunia begitu tampak. Misalnya pada masa pemerintahan Abdurrahman III memperoleh pendapatan sebesar 12 juta dinar emas (satu dinar setara dengan 4,25 gram emas). Diduga kuat jumlah tersebut melebihi pendapatan pemerintahan negeri-negeri masehi latin jika digabungkan. Sumber pendapatan yang besar tersebut bukan berasal dari pajak yang tinggi, malainkan salah satu efek dari pemerintahan yang bersih dan didukung oleh kemajuan perrtnian dan industri. Sangat kontras jika dibandingkan dengan tatanan kehidupan saat ini. Justru pajak menjadi tulang punggung pendapatan negara, dan lebih aneh lagi, walaupun pajak terus dipungut, namun kehidupan tak kunjung membaik.

Menjamin Kesehatan Masyarakat
Islam telah menjamin pelaksanaan kesehatan yang bermutu dan murah, bahkan gratis. Pengelolaannya dilimpahkan kepada institusi negara sebagai pelayan masyarakat. Bukti historis telah menunjukkan bahwa Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya adalah al-Bimarustan yang dibangun oleh Nudruddin di Damaskus tahun 1160, telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Jadi dalam sistem Islam pelayanan kesehatan gratis bukan sekedar jargon.
Begitulah gambaran ketika kita memilih Islam sebagai solusi. Tidak hanya akan mensejahteran seluruh manusia (muslim maupun non-Muslim) bahkan mampu mensejahterakan dunia.


0 komentar:

Posting Komentar