Kamis, 25 Juni 2009

KAHAZANAH ISLAM 25 JUNI 2009

IM, mungkin untuk saat ini kita harus tertunduk malu jika harus membandingkan teknologi kita negeri muslim dengan teknologi negeri barat. Begitu pula jika harus membandingkan keadaan kota-kota kita dengan kota-kota milik negara barat yang sebagian penduduknya beragama non muslim. Rasanya ada yang salah jika harus membandingkan keadaan negara kita sebagai negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan kondisi kota-kota di Jepang misalnya

Tak bisa dipungkiri dan kita harus jujur mengakui bahwa keadaan negeri-negeri muslim dalam bidang teknologi sangat jauh tertinggal. Salah satu contoh adalah kondisi jalan-jalan yang ada di negeri kita. Banyak sekali jalan-jalan yang berlubang dan ironisnya jalan-jalan yang berlubang ini sudah banyak yang memakan korban. Apakah Islam tidak memberi tuntunan kepada kita bagaimana menata kota dinegeri-negeri muslim agar terlihat indah dan rapi? Islam adalah agama yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk didalamnya tuntunan untuk mengatur kota dan tempat tinggal kita agar terlihat rapi dan nyaman.
IM, ketika saya berjalan-jalan dan melihat begitu banyaknya jalan berlubang, saya langsung berpikir, bagaimana seandainya khalifah Umar bin Khathab masih hidup sampai saat ini dan menyaksikan banyak sekali jalan-jalan yang berlubang, apalagi sampai meminta korban jiwa.
IM, tentu masih ingat dengan kisah umar bin khathab yang pernah suatu malam menelusuri jalan-jalan yang ada di negeri Islam pada saat itu. Ia sangat takut jika ada jalan yang berlubang dan menyebabkan unta terperosok ke lubang jalan tersebut. Ia sangat takut dimintai pertanggung jawaban oleh Allah ketika ada unta yang terperosok ke dalam jalan berlubang yang ada dalam wilayah kekuasannya.
Subhanallah, suatu cerminan pemimpin Islam sejati. IM bayangkan Umar bin khatab begitu takut jika ada unta yang jatuh. Ini baru unta bagaimana jika lubang itu jalan itu sampai meminta korban nyawa? Sangat berbeda dengan kondisi saat ini.
IM tidak rindukah anda untuk memiliki pemimpin layaknya umar bin khatab? Namun sosok seperti umar bin khatahab hanya akan lahir jika yang diterapkan adalah sistem pemerintahannya adalah sistem Islam. Kalau sistem pemerintahannya bukan sistem Islam maka rasa-rasanya sulit untuk melahirkan pemimpin sekliber umar bin khathab.
Namun IM tahukah anda, kondisi yang rusak seperti ini baru-baru saja terjadi disaat umat Islam mulai meninggalkan agamnya dan tidak lagi berislam secara kaffah (menyeluruh). Ketika umat Islam masih hidup dalam satu negara yang mempersatukan meraka, yang terbentang mulai dari afrika sampai asia, ternyata kondisi umat Islam jauh berbeda dengan kondisi yang ada sekarang.
Ibarat langit dan bumi. Begitulah para sejarawan kerap menggambarkan perbedaan antara kota-kota di dunia Islam dengan Eropa di era kekhalifahan. London dan Paris yang kini merupakan kota metropolis dunia pada masa kejayaan Islam hanyalah kota kumuh dengan jalanan becek yang penuh lumpur ketika hujan. Kondisi itu sungguh berbeda dengan Baghdad dan Cordoba dua metropolitan dunia yang berkembang sangat pesat di zaman kejayaan Islam.
IM, seperti itulah gambaran kondisi dunia eropa dengan dunia Islam saat masa kekhilafahan masih tegak. Namun sayang fakta-fakta seperti ini jarang sekali dibuka dihadapan kaum muslimin. Seolah-olah umat Islam adalah umat yang selalu tertinggal dalam bidang teknologi dan tidak memiliki sumbangan dalam kemajuan sains. Padahal banyak sekali penemuan-penemuan teknologi dunia yang berasal dari ilmuan muslim.
Sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam bukunya yang termasyhur, History of Arab, melukiskan jalan-jalan di kedua metropolis Islam itu begitu licin berlapiskan aspal. Seni membuat jalan sungguh telah berkembang pesat di tanah-tanah Islam, ungkap Hitti. Menurutnya, bermil-mil jalan di Kota Cordoba pusat kekhalifahan Islam di Spanyolbegitu mulus dilapisi dengan aspal.
Tak cuma itu, pada malam hari, jalanjalan di Cordoba pun telah diterangi dengan lampu. Di malam hari, orangorang bisa berjalan dengan aman, imbuh Hitti. Sedangkan di London dan Paris, orang yang berjalan di waktu hujan pasti akan terperosok dalam lumpur,’‘ cetusnya. Orientalis dan arkeolog terkemuka Barat, Stanley Lane- Poole, juga sangat mengagumi kehebatan pembangunan jalan di Cordoba.
IM, anda bisa membayangkan bagaimana kondisi jeleknya kondisi jalan di eropa pada saat itu. Jangan coba-coba berjalan di malam hari, karena kita aka terpleset dan terperosok ke dalam lumpur. Sementara di negeri Islam kita bisa berjalan dengan nyaman dan aman. Kenyamanan bisa kita rasakan karena jalan-jalan yang halus dan dilapisi aspal. Keamanan sangat terasa karena memang pemerintahan Islam pada saat itu memiliki perangkat keamanan yang begitu tangguh dan rapi. Tentara-tentara yang ada begitu ikhlas dan tak kenal pantang mundur untuk menjaga kemananan dan kehormatan warga negara Islam baik muslim maupun non muslim. Selain itu hukum Islam betul-betul ditegakkan sehingga membuat orang yang berniat mencuri akan berpikir seribu kali dan akhirnya mengurungkan niatnya untuk mencuri.
Anda dapat menelusuri jalan-jalan di Cordoba pada malam hari dan selalu ada lampu yang akan memandu perjalanan Anda, papar Lane-Poole. Sebuah inovasi dan pencapaian begitu tinggi yang belum terpikirkan peradaban Barat ketika itu. Masyarakat Barat baru mengenal pembangunan jalan berlapis aspal sekitar tujuh abad setelah peradab an Islam di Spanyol menerapkannya.
IM pengakuan mengenai masa keemasan Islam ternyata kebanyakan berasal dari ilmuan non muslim. Disinilah juga salah satu kelemahan umat Islam yang tidak pernah menggali masa keemasannya sendiri. Namun yang namanya kegemilangan peradaban Islam, bagaimanapun disembunyikan akhirnya terungkap juga.
Dr Kasem Ajram (1992) dalam bukunya, The Miracle of Islam Science, 2nd Edition juga memaparkan pesatnya pembangunan infrastruktur transportasi, jalan yang dilakukan di zaman kekhalifahan Islam. Yang paling canggih adalah jalan-jalan di Kota Baghdad, Irak. Jalannya sudah dilapisi aspal pada abad ke-8 M, seperti itulah pengakuan Dr Kasem Ajram. Yang paling mengagumkan, pembangunan jalan beraspal di kota itu telah dimulai ketika Khalifah Al-Mansur mendirikannya pada 762 M.
Menurut catatan sejarah transportasi dunia, negara-negara di Eropa baru mulai membangun jalan pada abad ke-18 M. Insinyur pertama Barat pertama yang membangun jalan adalah Jhon Metcalfe. Pada 1717, dia membangun jalan di Yorkshire, Inggris, sepanjang 180 mil. Ia membangun jalan dengan dilapisi batu dan belum menggunakan aspal.
Kali pertama peradaban Barat mengenal jalan aspal adalah pada 1824 M. Sejarah Barat mencatat, pada tahun itu aspal mulai melapisi jalan Champs-Elysees di Paris, Prancis. Sedangkan, jalan beraspal modern di Amerika baru dibangun pada 1872. Adalah Edward deSmedt, imigran asal Belgia, lulusan Columbia University di New York yang membangun jalan beraspal pertama di Battery Park dan Fifth Avenue, New York City, serta Pennsylvania Avenue.
Bayangkan IM…negara adidaya seperti AS baru dapat membuat jalan beraspal pada tahun 1872 sementarakaum muslimin membuatnya 1000 tahun sebelumnya yaitu pada abad 8 M. Ini sebagai indikasi kuat bahwa dahulu kita umat Islam pernah menjadi negara super power dunia, dan bukan sebagai umat yang tertindas seperti saat ini.
Ajram mengungkapkan pesatnya pembangunan jalan-jalan beraspal di era kejayaan islam tak lepas dari penguasaan peradaban Islam terhadap teknologi aspal. Sejak abad ke-8 M, peradaban Muslim telah mampu mengolah dan mengelola aspal.Aspal merupakan turunan dari minyak yang dihasilkan melalui proses kimia bernama distilasi destruktif.
IM…jadi sebenarnya aspal ini adalah produk sekunder atau produk turunan dari tambang minyak.
Zayn Bilkadi, seoarang ahli kimia dalam tulisannya, Bitumen A History, memaparkan, pertama kali aspal dikenal oleh bangsa Sumeria. Peradaban ini menyebutnya sebagai esir. Orang Akkadia mengenal aspal dengan nama iddu. Sedangkan, orang Arab menyebutnya sayali, zift, atau qar. Sedangkan, masyarakat Barat mengenalnya dengan nama ‘bitumen’ atau ‘asphalt’.
Inilah produk minyak pertama yang pernah digunakan manusia, papar Bilkadi. Aspal, kata dia, sempat dikuasai oleh orang-orang Mesopotamia. Sejak dulu, aspal menjadi primadona. Aspal pernah digunakan peradaban Babilonia untuk membuat gunung buatan yng dikenal sebagai Menara Babel.
Masyarakat Mesir Kuno menggunakan aspal untuk merawat mumi. Peradaban Islam yang mewarisi teknologi pengolahan aspal, sempat menggunakannya untuk menyembuhkan penyakit kulit dan lu ka-luka. Hingga akhirnya, peradaban Islam mengenalkan aspal untuk melapisi jalan.
Orang Babilonia sudah mulai menguasai pengolahan aspal secara kuno. Namun, secara modern pengolahan aspal pertama kali ditemukan para ilmuwan Islam. Beberapa ilmuwan yang mengembangkan teknologi pengolahan aspal adalah ‘Ali ibnu al-‘Abbas al-Majusi pada 950 M. Ia sudah mampu mengha silkan minyak dari endapan aspal yang hitam.
Caranya, papar Al-Majusi, endapan aspal itu dipanaskan sampai mendidih di atas ketel. Lalu, untuk mendapatkan cairan minyak, ia memeras endapan aspal itu sampai mengeluarkan minyak. Selain itu, saintis dari Mesir Muslim lainnya, Al-Mas’udi, juga mengembangkan teknologi pengolahan aspal menjadi minyak.
Al-Mas’udi menguasai teknologi pengolahan aspal menjadi minyak melalui proses yang mirip dengan teknik pemecahan modern (cracking techniques). Dia menggunakan dua kendi berlapis yang dipisahkan oleh kasa atau ayakan. Kendi bagian atas diisi dengan aspal lalu dipanaskan dengan api. Hasilnya, cairan minyak menetes ke kasa dan ditampung di dasar kendi.
Metode pengolahan minyak dari aspal lainnya yang ditemukan insinyur Muslim adalah teknik distilasi yang disebut taqrir. Teknik ini kembangkan oleh sajana Muslim bernama Al-Razi. Berbekal
pengetahuan itulah, pada abad ke-12 per adaban Islam sudah menguasai proses pembuatan minyak tanah atau naphtha.
Menurut Bilkadi, mulai abad ke-12 minyak tanah sudah dijual secara besarbesaran. Di jalan-jalan di sekitar Damaskus, papar dia, banyak orang yang menjual minyak tanah. Di Mesir pun, minyak tanah pada abad itu telah digunakan secara besar-besaran. Dalam salah satu naskah disebutkan, dalam sehari rumah-rumah di Mesir menghabiskan 100 ton minyak untuk bahan bakar penerangan.
Penggunaan aspal menjadi pelapis jalan pun terus dikembangkan para saintis Muslim. Untuk melapisi jalan, para insinyur Muslim di Nebukadnezar menggunakan campuran aspal dengan pasir. Campuran pasir dan aspal untuk melapisi jalan itu di Irak dikenal dengan nama ghir.
Kosmografer Muslim, Al-Qazwini, dalam bukunya Aja’ib Al-Buldan (Negeri Ajaib) menuturkan ada dua macam campuran aspal dan pasir yang digunakan untuk melapisi jalan. Jika digunakan untuk mengaspal jalan, campuran itu dikenal sangat kuat dan lekat. Inilah salah satu bukti lagi bahwa peradaban Islam adalah perintis dalam berbagai penemuan dan teknologi.
Ternyata IM, aspal tidak hanya dijadikan sebagai bahan pelapis jalan tapi, ilmuan muslim juga telah mengembangkan dan memakai aspal untuk bidang kedokteran.


Adalah Ali Ibnu Abbas Al-Majusi Penemu Teknik Pengolahan Aspal Haly Abbas. Itulah nama panggilan Ali Ibnu Abbas Al-Majusi di Barat. Iya IM seperti telah kita ketahui bersama bahwa barat sering sekali mengubah nama-nama ilmuan muslim. Setelah namnya diubah, langsung namnya kehilangan nuansa islamnya. Jadi banyak orang yang tertipu dan mengira mereka adalah ilmuan barat dan mereka bukan ilmuan muslim. Contohnya ibnu sina yang diubah namanya menjadi aviccena. Muhammed bin Jaber Al-Battani dikenal di dunia Barat dengan panggilan Albategnius. Abu 'l-'Abbas Ahmad Ibn Muhammad Ibn Kathir al-Farghani adalah astronom terkemuka, barat memanggilnya dengan panggilan Alfragenus. Dia seorang astronom dan matematik. Dan juga tak ketinggalan Haly Abbas,Dokter dan psikolog Muslim ini turut berjasa dalam mengembangkan teknologi pengolahan aspal menjadi minyak. Ilmuwan dari Persia itu cukup dikenal di Barat lewat buah pikirnya yang berjudul Kitab Al-Maliki serta Kitab Kamil as-Sina'a at-Tibbiyya (Complete Book of the Medical Art). Buku teks kedokteran dan psikologi yang ditulisnya itu sangat berpengaruh di Barat.
Al-Majusi terlahir di Ahvaz, Persia Tenggara. Ia menimba ilmu dari Syeikh Abu Maher Musa ibnu Sayyar. Ia adalah satu dari tiga dokter terhebat di kekhalifahan Islam bagian timur pada zamannya. Berkat kehebatannya itu, dia pun diangkat menjadi dokter di istana Amir Adhad al-Dowleh Fana Khusraw--salah seorang penguasa dari Dinasti Buwaih--yang berkuasa dari tahun 949 M hingga 983 M.
Ia mendirikan sebuah rumah sakit di Shiraz, Persia, serta Rumah Sakit Al-Adudi di Baghdad pada 981 M. Sebelum masuk Islam, Al-Majusi adalah penganut Zooraster yang menyembah api. Al-Majusi berhasil mengolah aspal menjadi minyak yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit dan luka kulit. Ia memeras endapan aspal yang dipanaskan untuk diambil airnya.
Selama mengabdikan dirinya untuk Amir Dinasti Buwaih, Al-Majusi menulis Kitab al-Maliki (Buku Istana). Buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin bertajuk Liber Regalis atau Regalis Dispositio. Buku ini dianggap lebih sistematis dan lebih ringkas dibandingkan ensiklopedia karya Al-Razi yang berjudul Al-Hawi. Bahkan, dibandingkan dengan The Canon of Medicine karya Ibnu Sina yang legendaris itu, Kitab Al-Maliki ini dipandang lebih praktis.
Kitab Al-Maliki terbagi dalam 20 diskursus. 10 bab pertama mengulas teori dan 10 bab sisanya mengupas praktik kedokteran. Kitab karya Al-Majusi itu diterjemahkan oleh Constantinus Africanus ke dalam bahasa Latin berjudul Liber Pantegni.
Buku itulah yang menjadi rujukan teks didirikannya Sekolah Kedokteran Salernitana di Salerno. Secara utuh, kitab itu diterjemahkan oleh Stephen Antioch pada tahun 1127 M. Buku kedokteran itu lalu dicetak di Venicia pada 1492 dan 1523 M.
Dalam karyanya itu, Al-Majusi menekankan pentingnya hubungan yang sehat antara dokter dan pasien. Hubungan itu, kata dia, sangat penting dalam etika kedokteran. Kitab itu juga mengupas secara detail metodologi ilmiah yang berkaitan dengan riset biomedikal modern. Secara khusus, sang ilmuwan juga mengupas seluk-beluk masalah psikologi dalam bukunya The Complete Art of Medicine. (sumber republika.co.id –hery ruslan- dengan penambahan seperlunya).
IM fakta ini seharusnya mampu menjadi sebuah kebanggaan yang seharusnya bisa menumbuhkan kembali semangat untuk bangkit mencapai kejayaan. Kita adalah umat yang dulu pernah berjaya dan pernah betul-betul menunjukkan predikat sebagai umat yang terbaik. Tugas kita saat ini adalah kembali mewujudkan predikat umat yang terbaik itu. Perjuangan dan pengorbanan tentunya dibutuhkan untuk memperjuangkan kembali tegaknya kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Namun insya Allah perjuangan dan pengorbanan itu akan dibayar oleh Allah dengan segera mewujudkan pertolongannya kepada siapa saja yang menolong agamnya, dan semua cucuran keringat IM akan dibayar dengan kenikmatan surge kelak di yaumil akhir nanti.


0 komentar:

Posting Komentar