Senin, 28 September 2009

CURHAT : Ramadhan Tanpa Dia dan Si Dia

Tanpa dia hidup ini terasa suram tak berwarna, hambar tak berasa. Tanpa dia alunan kumandang takbir, tahmid dan tahlil tersa ada yang kurang. Terasa berbeda memang, fase hidup 14 tahun bersamanya dengan 7 tahun tanpa dia.
Emat belas tahun bersamanya, selama itu pula hidangan idul fitri selalu penuh dengan variasi, mulai buras yang berbalut daun pisang, berlilitkan tali raffia, dan harus direbus berjam-jam diatas tunggku yang manyala-nyala sampai menu wajib orang Makassar yang berhasil membuat coto dan menyematkan nama daerahnya “Makassar”.

Namun tujuh tahun tanpa dia semuanya hanya menjadi kenangan. Dia yang tak lagi ada disisi, tak lagi menghidangkan untukku seikat buras atau semangkuk coto Makassar. Itu semua mustahil karena memang jarak antara aku dan dia begitu jauh, terpisah oleh bentangan darat dan hamparan laut. Namun dia telah menggantikan semua itu dengan selaksa doa yang selalu dia panjatkan untukku. Dan aku rasakan semua itu lebih nikmat daripada seikat buras terbaik yang pernah dia buat dan lebih sedap daripada coto Makassar terbaik yang pernah dia racik.
Ya Allah begitu besar asaku untuk bisa kembali bersama dia untuk merajut kebahagiaan Ramadhan dan bersama dia menuai kemenangan idul fitri. Semoga momen indah seperti itu akan menyingsing dif ajar kemenangan Ramadhan tahun depan. Ya Allah jika asa hamba dan kehendak-Mu tak sejalan, maka ijinkanlah aku dan dia bertemu di depan surge-Mu, dan biarkan ku genggam tangannya dan bersama beriringan masuk ke surge-Mu menelusuri permadani kemuliaan yang khusus diperuntukkan bagi pejuang dan ibunda sang pejuang.
Namun dia pun akan bahagia ketika melihat raga ini dirawat dan diperhatikan oleh si dia. Dia dan si dia ada dua sosok insan yang mampu menjadi motivator dan mampu menjadi inspirasi untuk perjalanan hidup ku (bahkan siapa saja yang membutuhkan inspirasi). Namun kehadiran si dia belum juga kunjung datang. Si dia pun sampai saat ini entah dimana rimbanya. Ia masih menjadi misteri hidup, yang mana hanya Ilahi Rabbi sang penguak semua tabir rahasia ini.
Jika si dia telah hadir, mungkin semuanya tak seperti ini, walaupun tanpa kehadiran dia. Ketika dia dan si dia tak ada maka kebahagiaan ramadhanku hanya ditemani denga deru kipas angin tua yang terus menggeleng-gelengkan lehernya menatapku heran, seraya sesekali menghardik diri ini yang tak sanggup terbang menuju dia dan tak berani mengungkapkan keinginan untuk memiliki si dia pada dia.
Namun teringat dengan kata-kata seorang bijak…jangan takut bermimpi, karena jika bermimpi saja sudah takut bagaimana mau mewujudkan mimpi itu…!!! Makanya perbanyaklah mimpi…mimpi yang realistis dan luar biasa. Salah satunya adalah membuatnya mampu bangga ketika mengetahui jika dikau adalah sang pejuang pemantik revolusi suci. Impian untuk membuat dia bangga ketika dia sadar bahwa dia telah melahirkan sesosok pejuang syariah dan khilafah, yang beberapa puluh tahun lalu masih terbaring imut, lucu, takberdaya, namun kini telah menjadi sosok pemuda tegar yang tak mau bermanis muka dengan semua sistem kufur, perjaka tegar yang tegas terhdap orang kafir dan begitu lembut kepada saudara seakidahnya.
Dan secerca asa penutup, ku ingin membuat dia tersenyum disaat si dia datang mencium tangan dia. Senyum dari sudut bibir dia yang penuh makna, dan terbesit satu dari ribuan makna itu bahwa ia bahagia karena telah mendapatkan pendamping yang seolah menjadi titisan diri dia disaat dia jauh dariku. Dan kelak aku, dia, dan si dia kan kembali bertemu di telaga kautsar, inysa Allah.


0 komentar:

Posting Komentar